“Maaf, Ka kita akhiri saja hubungan ini” suaranya memecahkan keheningan malam ini. Seketika pikiran dan nafasnya nya terhenti bersamaan dengan degup jantung nya, dia serasa mayat hidup yang tak mampu bergerak. Rasa sedih, bingung, kaget, marah, kecewa dan segala rasa negatif berkecamuk dalam hati dan pikirannya. Hanya satu kata yang terucap bergetar dari bibirnya masih dengan tatapan kosong, “ Kenapa, Hans ?” “karena kita udah nggak sejalan lagi, Ka “ sahut Hans singkat dengan sikap dingin “ apanya yang udah nggak sejalan ? 4 tahun nggak cukup untuk bukti kalo kita sejalan ! “ jerit Kika sambil memeluk pinggang Hans. Tangisnya pecah namun hal itu tak mampu memecahkan sikap dingin Hans yang seketika menggenggam tangan Kika dan melepaskan dari pinggangnya. “ Bukan gitu, Ka. Aku nggak bisa jelasin sekarang ke kamu, pokoknya menurutku kita udah nggak sejalan dan percuma kalo kita tetep maksain lanjut. Titik ! ” jawab Hans singkat dan tegas dan berjalan menembus kegelapan malam. “ Hans, tunggu !” teriak Kika sambil berlari namun teriakan nya tak kunjung membuat Hans membalikkan badan bahkan menoleh saja pun tidak.
Sebuah taksi berhenti di depan rumah Kika. Rumah sederhana berwarna biru yang hanya dikelilingi oleh pagar kayu berwarna putih. Ketika Kika membuka pintu, suasana di rumah sudah sepi dan gelap seperti suasana hatinya saat ini, semua penghuni nya sudah terlelap. Setelah mandi dan berganti baju, Kika berbaring di atas tempat tidurnya namun rasa letih nya tak kunjung membuat matanya terpejam, padahal dia sudah menghabiskan waktu seharian di luar rumah. Pagi tadi dia sudah harus menempuh rute dari Karawang menuju kampus nya di bilangan Jakarta Selatan, sorenya menghabiskan waktu bersama Hans untuk nonton sebuah film komedi di bioskop. Ya adegan yang terakhir itulah yang mungkin membuat rasa kantuknya hilang entah kemana. Tanpa disadari kedua pipinya sudah basah oleh air mata.
****
2 minggu kemudian, ketika Kika keluar dari ruang tamu menuju teras rumahnya, perhatian Kika teralihkan oleh sebuah amplop coklat yang terselip di kotak pos rumahnya. Dengan tatapan heran Kika mengambil amplop itu dan membaca tulisan yang tertera di amplop itu. Seketika jantung Kika berhenti dan tangannya gemetar setelah mengetahui bahwa amplop itu adalah undangan perkawinan serta nama Hans dan Rina ada pada amplop itu. Suasana pagi itu seketika berubah seperti suasana malam sewaktu Hans mengakhiri hubungan dengan Kika. Kini Kika mengerti kata-kata Hans waktu itu. Hans sudah mempunyai seorang calon pendamping hidup. Seketika hp-nya berbunyi, Kika membaca sms yang baru masuk itu, nama Hans tertera di layar hp-nya. Kamu sudah menerima nya kan ? aku tunggu di café tempat biasa..oke. itu tulisan dari sms Hans.
Sepulangnya dari kampus, Kika melangkah masuk ke sebuah mall dekat kampus nya dan mendapati Hans sedang duduk di salah satu bangku di café kopi. Café itu adalah tempat mereka merasakan love at the first sight, jadian, malam mingguan, namun kini sepertinya café ini sekaligus akan menjadi tempat perpisahan mereka. Dengan langkah enggan Kika memasuki café itu dan menghampiri tempat Hans duduk. Hans yang terdiam seketika menengadah melihat Kika yang masih berdiri. “ Hai, Ka. Baru sampai ya ? silahkan duduk.” Sapa Hans tampak berbasa-basi. Kika pun duduk tepat di depan Hans. “ ada apa lagi sih ? bukannya urusan kita udah selesai waktu itu ya. “, Tanya Kika dengan nada datar setelah seorang waitress pergi dengan catatan menu pesanan mereka. Hans tersenyum masam “ Iya, sih tapi kan aku belum jelasin alasan nya ke kamu waktu itu.” “ o..semua udah jelas kok dengan amplop coklat itu..selamat ya “ ucap Kika dengan nada cuek. “ Thanks..nah itu yang mau aku jelasin ke kamu sekarang, kalo aku udah di jodohin setahun yang lalu dengan Rita, anak temen mamaku yang ada di Aussie, 2 minggu yang lalu kami lamaran dan 2 hari lagi kami akan menikah di Jakarta ” jelas Hans. “ Ow gitu..rather in a rush ya, pasti dia punya charming yang lebih dari aku ya, sampai kamu berpaling gitu, trus sekarang masih ada yang perlu dijelasin lagi nggak, kalo enggak aku mau pergi masih ada urusan, sekali lagi selamat ya”, sahut Kika dengan nada tegar walaupun sebenarnya hatinya menangis, kebetulan mochacinno pesanannya sudah tersedot habis. “ Maaf ya, Ka. Tapi aku percaya kok kamu akan menemukan yang terbaik daripada aku. Aku berharap kamu bisa datang ke resepsinya” sahut Hans tanpa menggubris ucapan selamat dari Kika sambil bangkit berdiri dan memberi tangannya untuk menyalami Kika. Kika menyambut tangan yang selalu menggandeng mesra tangannya dan selalu memberikan selama 4 tahun, tapi kini harus dia ikhlaskan. “ Thanks ya. Lihat nanti ya, aku usahakan.” Sahut Kika sambil melangkah keluar café itu.
****
Kika menatap dirinya berbalut busana pengantin di cermin sebuah meja rias sebuah salon langganan mamanya. Ya hari ini adalah hari pernikahan Kika. Pagi ini Kika sudah harus mengenakan baju pengantin dan make up di salon ini sebagai persiapan pemberkatan sekaligus resepsi pernikahan nya siang ini. “ “Yuk, sudah siap kan, Ka ? “ Tanya mamanya yang langsung membuyarkan lamunan Kika.” Sudah Ma. Doakan Kika ya Ma” kata Kika sambil menatap mamanya.
Sesampainya di pintu gereja, “ Ayo sayang, sudah siap kan ?”, sahut seorang pria yang akan sebentar lagi akan resmi menjadi suaminya langsung menggandeng tangan Kika “ oke” sahut Kika sambil tersenyum. Mereka pun berjalan bersama para orangtua serta keluarga inti melewati para undangan yang hadir. Tepuk tangan serta senyum menyertai langkah mereka menuju altar. Setelah mengucap janji pernikahan dan resepsi mereka pun kini resmi menjadi sepasang suami istri. “ Kika selamat ya.. bener kan kataku kamu telah menemukan yang lebih baik dari aku” sahut Hans sambil menyalami Kika dan Edho di pelaminan. “ Terima kasih ya Hans.. oya mana Rita kok ga ikut ? “ sahut Kika. Raut wajah Hans seketika berubah, namun pertanyaan Kika belum sempat terjawab karena Hans terdesak dengan para undangan yang juga ingin menyalami sekaligus memberi ucapan selamat kepada Kika dan Edho. Beberapa bulan kemudian, Kika baru mengetahui kabar bahwa Rita dan Hans sudah bercerai karena Rita sering bertugas di luar negeri dan ketahuan suka berselingkuh dengan para rekan kerjanya di setiap negara tempat dia pernah bertugas. Hans kini menjadi seorang duda dan tinggal dengan dua anaknya di sebuah apartement bergengsi di Jakarta. Ya mungkin inilah resiko yang harus Hans terima, kini dia dapat mengerti dan merasakan perasaan Kika ketika mengetahui Hans meninggalkannya demi menjalin hubungan dan menikahi seorang wanita kaya raya hanya karena urusan materi belaka.
Senin, 24 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar